#trik_pojok { position:fixed;_position:absolute;bottom:0px; left:0px; clip:inherit; _top:expression(document.documentElement.scrollTop+ document.documentElement.clientHeight-this.clientHeight); _left:expression(document.documentElement.scrollLeft+ document.documentElement.clientWidth - offsetWidth); }

Entri Populer

Cari Blog Ini

Jumat, 26 September 2008

Laporan Diskusi TAHURA BUNG HATTA


TAMAN HUTAN RAYA BUNG HATTA( Bung Hatta's Forest Reserve )

Latar belakang
Taman Hutan raya Bung Hata yang sebelumnya disebut kebun raya Setia Mulia didirikan pada tanggal 8 September 1955, namun karena pergolakan daerah sehingga kebun raya ini tidak terurus. Pada tahun 1981 – 1984 Pemerintah Daerah sumatera Barat menyerahkan seluruh kebun raya ini kepada Universitas Andalas Padang untuk dilakukan rehabilitasi dan dimanfaatkan kembali sebagai kebun raya dimana pengelolaannya diserahkan kepada Pusat Studi Lingkungan Hidup (PSLH) Universitas Padang. Namun karena berbagai kendala maka pengelolaan TAHURA Dr. M. Hatta pada tahun 1984 – 1991 dikelola oleh Kanwil Kehutanan Propinsi Daerah Tingkat I Sumatera Barat. Tanggal 30 Januari 1991 Pemerintah Daerah Tingkat I Sumatera Barat menyerahkan pelaksanaan pengelolaan Taman Hutan Raya Bung Hatta kepada Pemerintah Daerah Tingkat II Padang.
Taman Hutan Raya Bung Hatta Ditetapkan sebagai kawasan konservasi berdasarkan Keppres No. 35 tahun 1986 dengan Luas : 240 Ha berLokasi di Desa Ladang Padi dikiri kanan jalan Padang - Solok, Kota Padang. Potensi Tahura Bung Hatta adalah: Pemandangannya yang indah, bentangan alam yang merupakan kesatuan lembah, bukit dan dataran daerah perkotaan, pantai dan lautnya yang biru dengan pulau-pulau didalamnya. Arboretumnya sebagai koleksi jenis-jenis flora dari berbagai altitude berkisar antara 300 - 1000 m diatas permukaan laut. Jenis tumbuhan langka Rafflesia gaduttensis dan anggrek alam. Potensi Satwa : Tapir, jenis-jenis kera, siamang, harimau, rusa dan berbagai jenis burung. Tersedia sarana-sarana wisata antara lain : Pusat Informasi, Guest House, Tol Karcis, Restoran, Camping Ground, MCK, Plaza dan Musholla serta tempat parkir yang semuanya didesign dengan pola arsitektur Minangkabau.
Disamping sebagai kawasan konservasi, Tahura Bung Hatta juga sebagai cathment area / daerah resapan air (tertuang dalam RTRW Kota Padang) dan terdapat 2 hulu sungai yaitu Hulu Sungai Batang Arau dan Lubuk Peraku.
Melihat pesona alam yang begitu mempesona dan layak dijual untuk kepentingan money_oriented, maka Pengelolaan Tahura Bung Hatta oleh Pemko Padang akan diserahkan ke Pihak Swasta yaitu PT. Sumbar Wisata Agro Lestari, dimana PT. Agro Sumbar Lestari telah mendapatkan rekomendasi izin wisata alam dari Walikota Padang dengan Nomor: 430/07.27/Diparbud-06 dan Keputusan Menteri Kehutanan No. S.391/Men-hut-II/007 tanggal 16 Juni 2007 tentang pemberian Persetujuan prinsip Ijin Pengusahaan Pariwisata Alam (IPPA) di Taman Hutan raya Bung Hatta.
Dasar pijakan PT. Agro Sumbar Lestari adalah Peraturan pemerintah Nomor 18 tahun 1994 tentang Penghusahaan Pariwisata Alam di Zona Pemanfaatan Taman Nasional, Taman Hutan Raya, dan Taman Wisata Alam masih memungkinkan pemanfaatan lahannya maksimal 10% dari kawasan pengusahaan maka pengusahaan pariwisata Taman Hutan Raya DR. Bung Hatta adalah sebesar 6,34 Ha atau 8,95% dari total luas wilayah Tahura 70,80 Ha.
Berdasarkan pijakan PP No. 18 Tahun 1994 tersebut maka PT. Agro Sumbar Lestari berkeinginan mengusahakan suatu kawasan wisata alam yang konfrensif dengan membangun beberapa sarana dan prasarana antara lain pondok wisata sebanyak 30 unit, gedung pertemuan 1 unit luas bangunan 80 M2 , kios souvenir 10 unit, pool center 1.300 m2, tempat parkir 1000 m2, taman bermain, warzone Forest 15.000 m2, Nursery dan rumah kaca 5.000 m2 serta sarana ibadah. Club House dan Sport Center 500 m2, Research Center dan Training Center.
Menyikapi penomena yang berkembang diatas tentang pro dan kontra pengelolaan Tahura oleh pihak Swasta, dan juga dampak lingkungan yang akan muncul atas model pembangunan yang akan dilakukan oleh PT. Agro Sumbar Lestari, maka Walhi Sumbar mengajak para pihak seperti: akademisi, praktisi, NGO/LSM, Mahasiswa dan Media Cetak untuk terlibat dalam diskusi tersebut.

Tujuan Kegiatan
Menyamakan persepsi tentang konsep Tahura dengan persfektif Lingkungan
Membangun kesadaran bersama tentang Tahura sebagai kawasan konservasi dan Cathment Area.
Mengkaji historis Tahura Dr. Bung Hatta
Menelaah Tahura Dr. Bung Hatta dalam persfektif perundang-undangan.

Bentuk Kegiatan
Diskusi dalam bentuk FGD dimana semua sebagai narasumber
Pemancing diskusi adalah Prof. Syahbuddin, ahli konservasi/lingkungan dan Prof. Takdir Rahmadi, Ahli hukum Lingkungan

Peserta Diskusi;
Akademi (Prof. Syahbuddin)
Praktisi (Prof. Takdir Rahmadi)
NGO/LSM (LBH Padang, Qbar, andalas Bumi Lestari)
Mahasiswa (Salam WalhiSumbar}
Wartawan (Harian Haluan, Tribun Pekanbaru, Padangkini.com, Kantor Berita 68 H Jakarta dan Pouliggoubat)

Waktu dan Tempat Kegiatan
Hari / Tgl. : Selasa / 3 juni 2008
Jam mulai : 09.30 Wib – 10.30 Wib
Tempat : Walhi Sumbar

Kesimpulan dan rekomendasi
Fungsi dan Tujuan TAHURA, selain tujuan pokok sebagai kawasan wisata, perancangan Tahura juga akan di arahkan dengan pengadaan Warzone Forest ini bertentangan dengan UU No. 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Hayati dan Ekosistimnya
Penafsiran tentang jenis kegiatan wisata Alam menurut Menteri Kehutanan berdasarkan S.391/Menhut-II/2007 tanggal 16 juni 2007 tentang Pemberian Persetujuan Izin Pengusahaan Pariwisata Alam
Letak kawasan berada pada kawasan lindung dan resapan air yang tertuang RTRW Kota Padang
Luas areal (zona Perlindungan dan zona Pemanfaatan) belum ada penetapan yang jelas dari Menteri Kehutanan
Tidak ada transparansi Menteri Kehutanan Undang-undang Penyelenggaraan Pemerintah yang baik tentang Akutabilitas, Sosialisasi dll
Pemanfaatan lahan maksimal 10% Pengusahaannya maka pengusahaan pariwisata TAHURA Dr. M. Hatta adalah sebesar 6,34 Ha atau 8,95% dari total luas wilayah TAHURA PP Nomor 18 tahun 1994 tentang Pengusahaan Pariwisata Alam di Zona Pemanfaatan Taman Nasional, TAHURA, dan taman Wisata Alam
Pengesahan kawasan pemanfaatan Belum adanya dasar/ keputusan yang baku dari menhut sendiri tentang batasan atau luas areal pemanfaatan yang disebut – sebut selama ini sebagai Kawasan pemanfaatan, higga telah ditentukannya luas arealnya .
Dampak lingkungan yang akan muncul dengan pengelolaan yang jauh dari persfektif lingkungan

Rencana Tindak Lanjut
Akan selalu berbagi infomasi mengenai perkembangan Tahura Bung Hatta
Akan dilanjutkan dengan diskusi lanjutan untuk menyusun kerangka advokasi Tahura Bung Hatta


Kamis, 25 September 2008

Seremonial Fakta dan Kerusakan

Seremonial dan Fakta Kerusakan Lingkungan

Minggu, 08 Juni 2008
Oleh : Khalid Saifullah, Dir Eksekutif Walhi SumbarSetiap tahun, tanggal 5 Juni diperingati sebagai hari Lingkungan Hidup se dunia. Banyak orang memperingati dengan berbagai kegiatan “yang menurut mereka sebagai kepedulian terhadap lingkungan”. Harusnya kita bersyukur karena beberapa hari menjelang dan beberapa hari setelah tanggal tersebut kita akan membaca, melihat dan mendengar di media, bagaimana pemerintah, perusahaan, organisasi dan kelompok masyarakat bahkan sampai individu mengekspresikan kepedulian terhadap Lingkungan dengan moment hari Lingkungan Hidup.
Pada hari Lingkungan Hidup ini semua mempertunjukkan kalau mereka adalah kelompok-kelompok dan orang-orang yang peduli lingkungan. Coba saja kita lihat Kementrian Lingkungan Hidup, memberikan penghargaan piala Adipura kepada kota-kota yang dianggap berhasil menciptakan kondisi lingkungan yang baik. Perusahaan-perusahaan diberikan dengan peringkat emas, biru, kuning dan hitam.
Tidak ketinggalan kemudian di hari lingkungan hidup yang ditetapkan semenjak tanggal 5 Juni 1972 bertepatan dengan diselenggarakannya konferensi Lingkungan Hidup di Stockholm tersebut, dilaksanakan kegiatan penanaman. Mulai dari sebatang pohon, sampai sejuta pohon. Ada juga yang kemudian lupa atau memang tidak tahu sama sekali bahwa pola hidup konsumtif mereka selama ini sebenarnya telah berkontribusi merusak lingkungan.
Namun semua itu kemudian seiring dengan bergesernya tanggal dan hari, kemudian orang-orang mulai lupa bahwa kemarin mereka telah menghabiskan dana jutaan rupiah, meluangkan waktu dan tenaga untuk memperingati hari Lingkungan Hidup. Mereka bahkan juga tidak ingat lagi di mana kemarin mereka telah menanam sejuta pohon, apakah pohon yang ditanam sempat hidup atau kemudian justru beberapa hari kemudian pohon yang ditanam tersebut malahan sudah dicabut lagi oleh yang punya lahan.
Faktanya memang setiap tahun selalu dicanangkan gerakan menanam seribu atau sejuta pohon, tapi kemudian tahun berikutnya tidak pernah disebut lagi sejuta pohon yang ditanam tahun lalu, berapa puluh batang yang hidup sampai sekarang. Setiap tahun juga selalu dibuat tema-tema baru dalam rangka memperingati hari lingkungan hidup, seperti tahun ini “Ubah Perilaku dan Cegah Pencemaran”. Namun kembali itu kemudian hanya tinggal menjadi tulisan di proposal dan media yang kemudian beberapa menjadi kliping untuk anak cucu bahwa setiap tahun sudah diperingati hari Lingkungan Hidup.
Tentu saja gambaran di atas adalah menjadi cerita-cerita yang menyenangkan dapat kita tuliskan, yang sebenarnya sangat bertolak belakang dengan kondisi lingkungan yang kita rasakan saat ini. Semua itu hanya merupakan seremonial belaka, hari lingkungan hidup menjadi moment untuk pencuci dosa bagi para penjahat-penjahat lingkungan, yang kemudian juga ikut memperingati hari lingkungan dengan kegiatan-kegiatan yang menunjukkan seolah-olah mereka adalah sangat peduli terhadap kondisi lingkungan hidup.
Semua orang seharusnya tidak akan bisa memungkiri bahwa saat ini betapa semakin menurunnya kualitas lingkungan disekitar kita. Rakyat Indonesia pada umumnya dan masyarakat di Kabupaten Sidoarjo Jawa Timur khususnya tidak akan pernah bisa melupakan bagaimana lumpur dari Lapindo menggenangi rumah, menghabisi sumber mata pencaharian, dan rusaknya tatanan kehidupan mereka. Rakyat Aceh dan Bahorok tidak akan pernah bisa melupakan bagaimana longsor dan air bah menghancurkan perkampungan dan mengakibatkan mereka harus kehilangan anak, istri, suami dan orangtua.
Kita rakyat Sumatera Barat semestinya juga tidak bisa melupakan bagaimana Nagari Kambang Kabupaten Pesisir Selatan, Nagari Aie Dingin Kabupaten Solok pada tahun 2007 telah dihantam banjir dan longsor yang telah mengakibatkan hancurnya tempat tinggal, sawah dan ladang serta merengut nyawa keluarga mereka. Semestinya kita juga tidak begitu saja lupa bagaimana masyarakat Jorong Subang-Subang Kecamatan Tanjung Mutiara Kabupaten Agam harus rela kehilangan 40 ton lebih ikan akibat pencemaran di sungai yang mengalir di kampung mereka.
Sekali lagi fakta di atas mestinya menjadi refleksi bagi kita, bahwa sudah saatnya kita menghentikan perilaku-perilaku serimonial sesuai dengan tema hari Lingkungan Hidup tahun ini “Ubah Perilaku dan Cegah Pencemaran (“Pengrusakan Lingkungan Hidup”). Kondisi di atas jelas menujukkan semakin menurunnya kualitas lingkungan, yang mana tidak akan bisa dilepaskan dari akibat prilaku manusia yang rakus dan mementingkan diri sendiri. Seperti dikatakan Allah dalam Alquran “Telah lahir bencana di darat dan di laut, karena usaha tangan manusia, supaya Allah merasakan kepada mereka sebagian dari (balasan) perbuatan yang mereka perbuat, mudah-mudahan mereka kembali (taubat).” (QS Ar Ruum : 41)
Untuk memenuhi nafsu serakah sekelompok orang kemudian terjadi pengangkangan dan bertentangan dengan peraturan perundangan yang ada. Dalam pasal 15 Undang-undang No 23 tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup dan pasal 7 Peraturan Pemerintah No 27 Tahun 1999 tentang Analisis Mengenai Dampak Lingkungan Hidup, jelas menyatakan bahwa menjadi kewajiban untuk membuat dokumen Amdal sebagai salah satu syarat untuk layak atau tidak diberikan izin prinsip oleh pejabat yang berwenang terhadap suatu usaha atau kegiatan.
Akan tetapi faktanya 140 lebih usaha/kegiatan baik industri, perkebunan, peternakan, rumah sakit dan hotel yang berpotensi menimbulkan kerusakan lingkungan hidup ternyata tidak memiliki dokumen Amdal atau UKL/UPL. (Bapedalda Sumbar dan Investigasi Walhi 2007). Ini menunjukkan bahwa kepentingan ekonomi lebih mendominasi dari pada upaya menciptakan lingkungan yang layak dan sehat bagi masyarakat.
Yang lebih memiriskan kemudian dengan argumentasi-argumentasi ilmiah dan konsep teoritis, perilaku mengangkangi peraturan perundangan ini didukung oleh kebijakan-kebijakan untuk menyelamatkan kepentingan ekonomi tersebut dengan mengabaikan dampak lingkungan yang sudah ditimbulkan seperti lahirnya Peraturan Gubernur No 2 Tahun 2008 tentang Petunjuk Teknis Penyusunan Dokumen Pengelolaan dan Pemantauan Lingkungan Hidup bagi Usaha atau Kegiatan yang telah Beroperasi Belum Mempunyai Dokumen Pengelolaan Lingkungan Hidup di Provinsi Sumatera Barat. Jelas sekali Peraturan Gubernur ini adalah legitimasi “pemutihan” bagi kegiatan/usaha yang selama ini tidak punya niat baik untuk berupaya menciptakan kondisi lingkungan yang layak dan sehat bagi masyarakat.
Sudah saatnya di hari Lingkungan Hidup ini menjadi momen mengintrospeksi diri, menyadari kekeliruan masa lalu, dan membangun kesadaran kembali bahwa kondisi lingkungan yang kita nikmati saat ini sebenarnya adalah “buah” dari pohon yang kita tanam sebelumnya. Kita harus segera merobah paradigma dalam melihat permasalahan lingkungan hidup, di mana selama ini kita baru sadar bahwa sudah terjadi masalah terhadap lingkungan, ketika sudah ada yang merasakan dampak (berteriak sakit atau meninggal).
Sudah saatnya merobah pola pemanfaatan Lingkungan Hidup yang selama ini lebih mengedepankan aspek ekonomi dengan mengabaikan daya dukung lingkungan dan mengangkangi peraturan perundangan. Sehingga moment hari Lingkungan Hidup tahun ini tidak hanya sekadar mengisi dengan kegiatan seremonial akan tetapi betul-betul menjadi awal (memulai) “Merubah Prilaku dan Mencegah Pengrusakan Lingkungan Hidup”. Semoga di hari Lingkungan Hidup tahun 2009 kita bisa merasakan perubahan kondisi lingkungan hidup ke arah yang lebih baik. ***

Rabu, 24 September 2008

Sejarah Walhi Sumbar

Maraknya kegiatan eksploitasi lingkungan yang dilakukan berbagai pihak baik pemerintah maupun swasta yang tidak melibatkan rakyat secara langsung telah mengakibatkan kerusakan dan tekanan terhadap lingkungan menjadi semakin tidak terkendalikan. Kebijakan pemerintah yang lebih berpihak pada kelompok tertentu, sikap arogansi pemerintah dan pihak perusahaan serta ketidak berdayaan rakyat. Semua kondisi ini sangat merugikan dan menempatkan rakyat pada posisi yang selalu ditekan dan tertindas.
Hal inilah kemudian yang mendorong dan membuat mata kawan-kawan di Sumatera Barat terbuka lebar untuk bersama-sama dengan rakyat berjuang mengembalikan hak-hak rakyat yang telah dirampas tersebut. Untuk mewujudkan semua itu tidaklah mudah dan akan sangat sulit bila dilakukan secara sendiri-sendiri, diperlukan sebuah wadah yang dapat menghimpun dan mensinergikan gerakan dalam memperjuangkan hak-hak rakyat yang dirampas dan diabaikan tersebut. Dengan berbagai pertimbangan dan melihat potensi kekuatan serta aktifitas lembaga-lembaga yang ada maka pilihan jatuh pada perlunya dibentuk sebuah forum yang akan beranggotakan lembaga-lembaga yang pada waktu itu sudah konsens dan bergerak dibidang lingkungan seperti Yayasan Taratak, SPKM (Sekretariat Pengembangan Kawasan Mentawai), KOMMA (Kelompok Mahasiwa Mencintai Alam) dan BILA (Bina Kelola) untuk membentuk WALHI Sumatra Barat, diikuti dengan bergabung menjadi anggota Walhi Sumatera Barat yaitu ; LRA, LBH Padang, YCM, Y-FAR, IPPMEN, Laggai Simaeru, Yasumi, Sibujai Laggai, YPMM, PSPMM, Menara dan LBH-Qistan.
Semenjak bulan Oktober 1996 Walhi Daerah Sumatera Barat mulai secara kelembagaan melakukan kegiatan advokasi dibidang lingkungan hidup. Kegiatan tersebut diawali dengan dilaksanakannya PDLH pertama pada tanggal 3 – 4 Oktober 1996, dan memilih Rachmadi sebagai Direktur Eksekutif Walhi Sumbar.
Melalui PDLH pada tahun 1999 terpilih Agus Winarno Boyce sebagai Direktur Eksekutif Walhi Daerah Sumatera Barat. Namun pada tahun akhir tahun 2002 terjadi gejolak dalam tubuh Walhi Daerah Sumatera Barat yang mana akhirnya dibicarakan dalam PDLH Luar Biasa pada tahun 2002. Namun PDLH Luar Biasa tidak bisa mengambil keputusan terhadap gejolak yang sedang terjadi, dimana akhirnya PDLH Luar Biasa memutuskan Walhi Sumatera Barat Fakum, dan penyelesaiannya persoalan/gejolak yang terjadi diserahkan pada kebijakan Eksekutif Nasional dan Dewan Nasional dan semua asset untuk sementara menjadi tanggung jawab Eksekutif Daerah yang menjabat (difakumkan) waktu itu. Sampai bulan Agustus 2003 Walhi Sumatera Barat tidak melakukan aktifitas/kegiatan.
Bulan Agustus keluar keputusan dari Eknas mengenai Walhi Sumatera Barat bahwa Walhi Sumatera Barat kembali diaktifkan dengan anggota 5 lembaga dari 16 lembaga anggota pada periode sebelumnya yaitu Yayasan Citra Mandiri (YCM), Sekretariat Pengembagan Kawasan Mentawai (SPKM), Yayasan Taratak, Kelompok Mahasiswa Mencitai Alam (KOMMA), Bina Kelola (BILA). Pada tanggal 16 Juni tahun 2003 diadakan PDLH di Bukittingi (Kantor Yayasan Taratak). PDLH tersebut memilih secara Aklamasi Agus Teguh Prihartono sebagai Direktur Eksekutif Daerah Walhi Sumatera periode 2003 – 2006, dengan mandat advokasi masalah berhubungan dengan : Hutan, Air, Wilayah Pesisir dan Pulau-pulau Kecil di Sumatera Barat.
Pada Tanggal 5 Februari tahun 2007 dilaksanakan PDLH Walhi Sumatra Barat, yang mana pada PDLH tersebut terpilih Khalid Saifullah sebagai Direktur Eksekutif Walhi Periode 2007 – 2010, dengan Dewan Daerah Sandang Paruhum Simanjuntak, Agus Winarno Boyce, Agus Teguh Prihartono, disamping itu juga menetapkan 4 orang anggota tim verifikasi calon anggota Walhi Sumatra Barat yaitu Sandang Paruhum Simanjuntak, Agus Winarno Boyce, Agus Teguh Prihartono, Khalid Saifullah.
Berdasarkan keputusan tim verifikasi No. 01/TV-WSB/III/2008 tentang hasil verifikasi calon anggota Walhi Sumatra Barat dan Ketetapan KDLH Walhi Sumatra Barat No. 07/KDLH-WSB/III/2008 tentang Pengesahan Anggota Walhi Sumatra Barat, menetapkan PBHI Sumatra Barat, LP2M dan Qbar sebagai anggota Walhi Sumatra Barat.

Selasa, 23 September 2008

Buka Bersama

Acara buka bersama yang Insya Allah akan dilaksanakan Sekretariat Walhi Sumbar pada hari jum'at tanggal 26 September 2008 bertempat di Jl. Beringin III A no 9 Lolong Padang.
yang menarik acara buka bersama kali ini adalah disamping mengundang lembaga anggota, komponen Walhi dan lembaga jaringan juga mengundang bapak-bapak tukang ojek yang mangkal di jl. beringin (Tosepa) konon beranggotakan 75 orang, ini dalam rangka lebih memperkenalkan Walhi Sumbar ke Grass Root (gitu Loch).