#trik_pojok { position:fixed;_position:absolute;bottom:0px; left:0px; clip:inherit; _top:expression(document.documentElement.scrollTop+ document.documentElement.clientHeight-this.clientHeight); _left:expression(document.documentElement.scrollLeft+ document.documentElement.clientWidth - offsetWidth); }

Entri Populer

Cari Blog Ini

Selasa, 28 Desember 2010

DEKLARASI PULIHKAN INDONESIA

Sumberdaya alam berlimpah yang tidak dikelola dan tidak diperuntukkan sebesar-besarnya untuk kemakmuran rakyat menjadikan negeri kaya raya bernama Indonesia, dieksploitasi hanya untuk kepentingan negara industri maju dan kuasa modal belaka. Kekayaan tersebut seakan menjadi kutukan bagi rakyatnya sendiri, sampai dengan tahun 2010 masih terdapat sekitar 31,6 juta jiwa rakyat negeri ini yang diperosokkan kedalam lubang kemiskinan.

Bencana ekologis merupakan akumulasi krisis ekologis yang disebabkan oleh gagalnya sistem pengurusan alam dan ketidakadilan yang telah mengakibatkan kolapsnya pranata kehidupan masyarakat semakin massif terjadi setidaknya dalam kurun waktu 13 tahun terakhir.

Kebutuhan mendasar bagi rakyat tidak lagi bisa terpenuhi dengan adil dan seksama. Penggusuran basis ekonomi kerakyatan semakin massif dilakukan, Norma-norma dan etika demokrasi politik tak lagi memiliki sandaran yang kuat sebagai sebuah negara yang berdaulat. Pemberantasan korupsi hanya menjadi jargon pencitraan semata, dan pelanggaran HAM dianggap sesuatu yang wajar bagi para aparat penegak hukum.

Penjajah telah berganti wajah, berganti metode, bentuk dan gaya. Penjajah bukan lagi representasi satu negara akan tetapi terakomodasi dalam berbagai lembaga, seperti G20, WTO, World Bank, ADB, dan seterusnya. Sementara pola penjajahannya dilakukan lewat berbagai perjanjian bilateral dan multilateral serta kebijakan utang luar negeri. Dengan segala kebijakan yang dibuat olehnya, negara-negara Industri tetap mempertahankan supremasinya atas negara bekas koloni. Inilah yang disebut praktik kolonialisme ekonomi pasca perang dingin.

Upaya-upaya pemulihan perlu segera dilakukan secara menyeluruh dan mencakup seluruh aspek kehidupan. Tidak ada waktu lagi dan tidak ada pilihan lain, selain memulihkan Indonesia. Agar tujuan bernegara dan berbangsa sebagaimana yang termaktub dalam Proklamasi kemerdekaan Republik Indonesia dan amanat UUD 1945 dapat segera terwujud.

Pemulihan Indonesia adalah upaya pembalikan krisis multidimensi yang menjangkiti Indonesia. Memperbaiki tata kehidupan berbangsa secara keseluruhan dengan mewujudkan keadilan ekologis dengan cara populer dan semangat revolusioner. Hal ini dilakukan dengan mempersatukan kesadaran pentingnya memulihkan krisis di setiap komunitas kota dan desa. Membangkitkan kepercayaan diri bangsa untuk dapat keluar dari krisis dengan kekuatan seluruh rakyat.

Keberhasilan gerakan memulihkan Indonesia terletak pada persatuan semangat perjuangan rakyat Indonesia terkhususnya kaum tani, nelayan, buruh, kelompok perempuan, masyarakat adat dan miskin perkotaan. Memulihkan Indonesia harus melepaskan diri dari berhutang. Karena utang makin membuat Indonesia tergantung, tidak mandiri dan hilang percaya diri.

Kepercayaan bangsa ini harus dibangkitkan dan disatukan dengan cara membangun kesadaran massa kritis, Menjaga sumber-sumber kehidupan di masing-masing wilayah dari ancaman kejahatan korporasi, dan membangun perlawanan terhadap tindak kejahatan lingkungan.

Mengingat dan menimbang situasi diatas, bahwa dengan semangat keberagaman yang menjungjung tinggi kesetaraan dan keadilan lintas generasi serta dukungan rakyat Indonesia yang menginginkan Indonesia menjadi sebuah negeri yang membanggakan, maka pada hari ini Kami yang berkumpul atas nama masyarakat sipil Indonesia menyatakan, menggabungkan diri dan menyatukan langkah ke dalam sebuah gerakan PEMULIHAN INDONESIA


Jakarta, 15 Oktober 2010

Deklarator:
George Junus Aditjondro
Berry Nahdian Forqan - WALHI
Riza Damanik - KIARA
Abet Nego Tarigan - Sawit Watch
Koesnadi Wirasapoetra – Sarekat Hijau Indonesia
Dani Setiawan – Koalisi Anti Utang
Kasmita Widodo – Jaringan Kerja Pemetaan Partisipatif
Mohammad Djauhari – Konsorsium Pendukung Sistem Hutan Kerakyatan
Andrie S. Wijaya – Jaringan Advokasi Tambang
Idham Arsyad – Konsorsium Pembaharuan Agraria
Fabby Tumiwa – Institute for Essential Services Reform
Haris Azhar – Kontras
Ruli – Serikat Petani Indonesia
Suryadi – LBH Pekanbaru
Andreas A. Yewangoe – Persekutuan Gereja- gereja Indonesia
Wayan Sudane – Pemuda Hindu Indonesia

Jumat, 10 September 2010

Kartu Lebaran

Aksi Petani Pasaman Barat 30082010

Metro Siang / Nusantara / Selasa, 31 Agustus 2010 12:00 WIB
Metrotvnews.com, Pasaman Barat: Puluhan ibu-ibu mendatangi Markas Kepolisian Resor Pasaman Barat, Sumatra Barat, baru-baru ini. Mereka meminta belas kasihan Kepala Polres Pasaman Barat agar membebaskan tiga kaum bapak yang ditahan polisi sejak beberapa waktu silam. Ketiga warga itu ditahan terkait sengketa tanah.

Semula puluhan ibu-ibu itu menjalankan aksi mereka dengan lancar. Mereka meminta Polres Pasaman Barat berbesar hati membebaskan 3 warga Ayia Gadang, Pasaman Barat, yang ditahan karena dituduh menyerobot lahan milik salah satu perusahaan kelapa sawit.

Unjuk rasa berubah menjadi hujan tangis saat permohonan kaum ibu tersebut ditolak polisi. Bahkan 2 orang ibu pingsan. Mereka tak kuasa menahan rasa sedih.

Menurut Suryani, salah satu warga Ayia Gadang, lahan yang mereka garap selama ini sebenarnya lahan kosong. Sebelumnya lahan tersebut adalah tanah ulayat yang diserahkan kepada sebuah perusahaan untuk dikelola, dan warga mendapatkan plasma sebagai imbalannya. Namun kenyataannya lahan tersebut ditinggalkan, sehingga akhirnya dikelola sendiri oleh warga. Sedangkan, menurut polisi, tanah yang digarap warga masih menjadi hak guna usaha PT Anam Koto, sehingga warga dilarang berladang di tanah tersebut.(DSY)

31/08/2010 11:49
Liputan6.com, Pasaman Barat: Puluhan ibu-ibu petani warga Ai Gadang di Pasaman Barat, Sumatera Barat, Selasa (31/8) pagi, berunjuk rasa di depan kantor polisi setempat.

Aksi tersebut dilakukan untuk memohon pembebasan ketiga orang suami dan anak mereka yang ditahan karena dituduh telah menyerobot lahan perkebunan sawit milik PT Anam Koto. Menurut warga, perkebunan tersebut merupakan tanah ulayat mereka.

Menurut pihak kepolisian tanah, seluas 2.000 hektare yang ditanami warga tersebut masih menjadi hak guna usaha (HGU) PT Anam Koto dan warga tidak berhak berladang di lahan tersebut.

Aksi yang awalnya tertib ini berakhir dengan isak tangis dan histeria para ibu-ibu, bahkan ada pula yang pingsan karena tak kuat menahan emosi. Pasalnya, aksi mereka tidak ditanggapi baik oleh pihak kepolisian, bahkan mereka disuruh menjauh dari kantor polisi tersebut. Setelah aksi ricuh baru pihak kepolisian mau mempertemukan mereka dengan Kapolres.
Usai bertemu Kapolres, warga kemudian membubarkan diri. Mereka mengancam bila dalam waktu beberapa hari tuntutannya tidak dipenuhi, mereka akan melakukan
aksi serupa. (APY/YUS)

Kamis, 26 Agustus 2010

Pasca G30S 2009, Waspada... Bencana ekologis

Gempa Bumi 30 September 2009 (G30S 2009) telah menimbulkan dampak yang sangat besar bagi 5 Kab/kota di Propinsi Sumatera Barat. Akibat dari gempa bumi tidak hanya mengakibatkan rumah rusak berat, sedang dan ringan mencapai + 200.000 unit, namun juga perkantoran, rumah sakit, dan tempat usaha dan infrastruktur lainnya. Dalam rangka pemulihan pasca G30S 2009 banyak pihak disamping pemerintah yangterlibat dalam pemenuhan hak-hak korban berupa rumah(shelter sementara dan shelter permanen). Pembangunan shelter sudah dipastikan akan membutuhkan material bangunan seperti kayu dan Galian C dalam jumlah yang sangat besar.

Besar kebutuhan material untuk kebutuhan Shelter dikhawatirkan akan berdampak buruk terhadap lingkungan hidup dan daya dukung ekosistem jika sumber dari material tersebut berasal dari daerah yang rawan atau rentan. Kondisi ini akan berdampak lebih buruk bagi masyarakat karena semakin tinggi resiko bencana pasca tanggap darurat, rehabilitasi dan rekonstruksi. Potensi bencana ekologis berupa: longsor, Banjir, Kekeringan, dll. Akan diikuti berbagai persoalan social ekonomi, seperti gagal panen, berkurangnya pendapatan rumah tangga dan disintegrasi social.