#trik_pojok { position:fixed;_position:absolute;bottom:0px; left:0px; clip:inherit; _top:expression(document.documentElement.scrollTop+ document.documentElement.clientHeight-this.clientHeight); _left:expression(document.documentElement.scrollLeft+ document.documentElement.clientWidth - offsetWidth); }

Entri Populer

Cari Blog Ini

Senin, 16 Januari 2012

konflik perkebunan

MALIGI DITINJAU DPRD SUMBAR
PASBAR, HALUAN — Warga Maligi minta mereka tidak dipersepsikan sebagai penjahat, mereka adalah korban dari tindakan kesewenangan aparat, keluh mereka kepada DPRD Sumbar.
Komisi I DPRD Sumbar melakukan klarifikasi lapangan, terkait tragedi Maligi berdarah 8 Desember, tahun lalu.
Rombongan Komisi I yang dijamu di atas tikar plastik di areal kebun sawit itu, langsung dibe­rondong keluh-kesah warga. “Di siko bana kami didorong, diinjak, dipo­por dan ditendang aparat berpa­kaian polisi dan preman,” ujar tokoh warga Maligi, Yusjahal Duni Boy.

Akibat kejadian itu, terang Yusjahal, ada 18 perempuan Maligi mengalami cedera. Ada yang terkilir, patah tulang hingga alami kegu­guran. Misalnya, Masrida korban peristiwa Maligi berdarah yang mengalami keguguran.
“Waktu itu, awak hamil tiga bulan. Situasinyo sangaik kacau wakatu itu. Polisi sangaik banyak, bahkan darimobil keluar teriakan awas maut. Itu kecek e pak,” ujar Masrida dengan suara serak yang sempat dilarikan ke Puskesmas Sasak.
Korban lain, Erna menyebutkan, dia mengetahui nama polisi yang menyebabkan dia patah kaki. “Jupi Jambak namo polisi tu. Waktu tu wak pacik portal didorong sampai tasungkua, lalu kaki awak ditendang. Kama paja tu pai, akan wak cari,” ujar Erna.
Sedangkan, Meli korban lain, sebut nama polisi yang injak dan tinju dirinya. “Haji Mudazir nama polisi yang pukul saya dengan pistolnya, lalu injak kaki dan tinju badan ini,” ujarnya dalam perte­muan yang disajikan air kelapa muda sebagai pelepas dahaga itu.
Menurut Ketua Komisi I DPRD Sumbar Muzli M. Nur, DPRD Sumbar tidak tinggal diam terkait kasus Maligi Berdarah itu. “Siapa pun yang terindikasi melakukan kekerasan pada rakyat, harus diusut tuntas. Mereka harus diproses sesuai hukum yang berlaku. Tidak ada yang kebal hukum di NKRI ini,” ujarnya.
Sementara, Boy meminta pers lokal untuk objektif dalam pem­beritaan. “Jangan wartawan mem­plintir fakta. Kami warga Maligi tidak penjahat dan tidak pro­vokator. Tokoh masyarakat diminta warga untuk berjuang bersama kami. Jangan dicap tokoh ninik-mamak kami ityu sebagai pro­ vakator,” harap Boy.
Boy juga membantah warga yang membakar kantor PT PHP II. “Tidak pak, kami sore sudah di Jorong Maligi, kebakaran malam hari,” ujar Boy.
Tudingan warga yang mem­bakar asset, ketika diverifikasi ke tim security PT PHP II, membuat rombongan Komisi I kecewa. Sebab, komandan regu security lebih banyak menjawab tidak tahu serta bukan kewenangannya.
“Tanggal 8 Desember itu ada kebakaran tidak,” tanya Zailis Usman pada komandan security itu. “Tidak tahu saya pak. Itu bukan kewenangan saya,” jawabnya. “Kalau begitu jawaban anda, jangan salahkan kesimpulan DPRD Sum­bar nantinya ya,” ujar Zailis dengan nada kesal.
Seorang karyawan PT PHP II memberi bocoran ke rombongan Komisi I, bahwa ada karyawan yang mengetahui soal pembakaran itu. “Ada saksi kunci siapa yang membakar tapi sekarang sudah dipindahkan ke daerah lain pak,” ujar pria yang minta namanya tidak disebut itu.
Anggota Komisi I DPRD Sum­bar, Zulkifli Jailani menyebut, konflik perkebunan ini merupakan muara dari tak transparannya pengurus koperasi yang mengelola plasma warga seluas 2.118 hektar. “Yang direalisasikan hanya 665 hektar. Sementara, pembagian ke warga juga tidak transparan. Maligi ini bisa berujung konflik horizontal. Kepolsian mencoba berada di tengah-tengah, tapi memihak ke pihak lain dengan menggunakan bajunya. Kapolsek di sini saat konflik sangat proaktif melakukan pengamanan, yang dinilai warga telah jauh dari rasa kemanusiaan,” ujar Zulkifli. (h/rud)

2 komentar:

GreenIT mengatakan...

Salama Lestari Webnya bagus kunjung balik ya... by admin blog :

GreenIT mengatakan...

http://aliakbarwalhi.blogspot.com/2012/03/sesat-pikir-dan-kebohongan-publik-batan.html Salam hijau