Padang Potensi Gempa 8,9 SR
Padang Ekspres • Minggu, 15/01/2012 09:44 WIB • (mg8) • 1467 klik
Siaga Bencana: Workshop Penanggulangan Bencana di BPBD Sumbar di Hotel Pangeran
Padang, Padek—Sekali lagi, Staf Khusus Presiden Bidang Sosial dan Bencana, Andi Arief menyebut potensi gempa dengan magnitude 8,9 Skala Richter (SR) besar kemungkinan terjadi di Padang, atau pantai barat Sumatera secara keseluruhan. Pertengahan tahun lalu, tepatnya 19 Agustus 2011, dalam sebuah acara diskusi di Jakarta, perkiraan itu juga disampaikan Andi.
Andi menyebut, potensi gempa 8,9 SR kemungkinan besar akan terjadi di sepanjang pantai barat Sumatera dan selat Sunda. Bahkan dia menengarai magnitudonya bisa mencapai 9,2 SR. Sontak komentar itu menjadi kontroversi di beberapa media karena dianggap sebagai upaya pengalihan isu politik, dan membuat panik warga di sepanjang garis pantai barat Sumatera.
Tak terkecuali di Padang. Andi dinilai hanya mengumbar sensasi belaka. “Tak masalah jika dianggap kontroversi. Tetapi yang saya katakan itu, adalah prediksi berbagai pengamat, berdasarkan data dan siklus kegempaan.
Mungkin karena saya bagian dari politik maka persepsi masyarakat demikian,” kata Andi usai Workshop “Peran Jurnalis dalam Penanggulangan Bencana” yang digelar BPBD Sumbar di Hotel Pangeran Beach, kemarin (14/1).
Dia menegaskan gempa besar pernah terjadi di Padang. Pada setiap peristiwa gempa, siklus pengulangan selalu terjadi. “Saya kira lebih baik pahit dari awal, dengan mengatakan kepada masyarakat soal potensi bencana itu. Daripada ditutup-tutupi, hanya membuat masyarakat lengah,” terangnya.
Andi menunjuk contoh gempa dan tsunami di Sendai, Jepang awal tahun lalu. Potensi gempa 9 SR yang diamati ahli ditutup-tutupi oleh pemerintah. Sehingga masyarakat baru sadar ketika gempa itu benar-benar terjadi. Untung Jepang sudah memiliki sistem pengamanan dan mitigasi bencana yang terencana dengan baik. Jumlah korban tewas pun bisa diminimalisir.
“Nah, bayangkan kalau potensi sebesar itu terjadi di Indonesia dengan persiapan kebencanaan yang belum maksimal, bisa dihitung dampaknya,” tuturnya. Makanya dia menyebut prediksi para ahli itu perlu disebarluaskan untuk terus mengingatkan masyarakat agar tetap meningkatkan kewaspadaan terhadap bahaya yang mengancam.
Cuma masalahnya, tambah Andi, upaya penanggulangan yang dilakukan pemerintah masih terbilang lambat. Seperti jalur-jalur evakuasi masih banyak yang belum tuntas. Begitu juga dengan pembangunan shelter-shelter masih bisa dihitung jari.
“Untuk itu, mungkin pemerintah daerah perlu tegas. Kalangan menengah ke atas diminta membangun shelter sendiri. Sementara pemerintah fokus membangun shelter mini untuk masyarakat menengah ke bawah,” ulasnya.
Belakangan, kata Andi, mawas diri masyarakat terhadap bencana mulai tampak kurang. Padahal sejak zaman nenek moyang, mitigasi yang bersifat kearifan lokal. Sehingga perlu usaha bersama untuk menggali sejarah masa lalu tentang kebencanaan, melalui fable, folklore atau bentuk lainnya. Nilai-nilai itu menjadi referensi untuk mengukur potensi dan kemungkinan datang siklus berikutnya. Serta antisipasi secara tepat dan efisien dapat dilakukan.
Di tempat yang sama, Kepala Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Sumbar, Yazid Fadhli menyebut pihaknya sudah menyusun protap penanggulangan bencana di Sumbar.
“Kami sudah petakan jalur-jalur evakuasi di Pessel, Padang, Pariaman, Padangpariaman, hingga Pasaman. Termasuk titik-titik shelter yang bisa menampung manusia dalam jumlah besar,” katanya.
Workshop ini ditujukan untuk memberikan pemahaman dan peringatan dini kepada masyarakat untuk memahami ancaman di depan mereka. Serta mampu mengambil sikap yang bijak untuk mengatasinya.
Wartawan pun, kata Direktur Eksekutif JJSB, John Nedy Kambang diharapkan memiliki pengetahuan dan merubah cara pandang terhadap pola pemberitaan kebencanaan di media massa.
“Kadang kita miris melihat media kita, hanya mengedepankan sisi tragis untuk diberitakan dari sebuah bencana. Cara pandang bad news is good news harus diubah,” katanya.
Turut hadir, pemateri Ahmad Arif (Jurnalis Kompas) yang kenyang pengalaman liputan bencana, Dr Irene (Dinas Kesehatan Sumbar), Irwan Basyir (Dinas Sosial Sumbar) dan Ris Wijaya (Dinas Prasjaltarkim Sumbar). Mereka menjelaskan kaitan bidang mereka dalam penanggulangan bencana. (mg8)
Padang Ekspres • Minggu, 15/01/2012 09:44 WIB • (mg8) • 1467 klik
Siaga Bencana: Workshop Penanggulangan Bencana di BPBD Sumbar di Hotel Pangeran
Padang, Padek—Sekali lagi, Staf Khusus Presiden Bidang Sosial dan Bencana, Andi Arief menyebut potensi gempa dengan magnitude 8,9 Skala Richter (SR) besar kemungkinan terjadi di Padang, atau pantai barat Sumatera secara keseluruhan. Pertengahan tahun lalu, tepatnya 19 Agustus 2011, dalam sebuah acara diskusi di Jakarta, perkiraan itu juga disampaikan Andi.
Andi menyebut, potensi gempa 8,9 SR kemungkinan besar akan terjadi di sepanjang pantai barat Sumatera dan selat Sunda. Bahkan dia menengarai magnitudonya bisa mencapai 9,2 SR. Sontak komentar itu menjadi kontroversi di beberapa media karena dianggap sebagai upaya pengalihan isu politik, dan membuat panik warga di sepanjang garis pantai barat Sumatera.
Tak terkecuali di Padang. Andi dinilai hanya mengumbar sensasi belaka. “Tak masalah jika dianggap kontroversi. Tetapi yang saya katakan itu, adalah prediksi berbagai pengamat, berdasarkan data dan siklus kegempaan.
Mungkin karena saya bagian dari politik maka persepsi masyarakat demikian,” kata Andi usai Workshop “Peran Jurnalis dalam Penanggulangan Bencana” yang digelar BPBD Sumbar di Hotel Pangeran Beach, kemarin (14/1).
Dia menegaskan gempa besar pernah terjadi di Padang. Pada setiap peristiwa gempa, siklus pengulangan selalu terjadi. “Saya kira lebih baik pahit dari awal, dengan mengatakan kepada masyarakat soal potensi bencana itu. Daripada ditutup-tutupi, hanya membuat masyarakat lengah,” terangnya.
Andi menunjuk contoh gempa dan tsunami di Sendai, Jepang awal tahun lalu. Potensi gempa 9 SR yang diamati ahli ditutup-tutupi oleh pemerintah. Sehingga masyarakat baru sadar ketika gempa itu benar-benar terjadi. Untung Jepang sudah memiliki sistem pengamanan dan mitigasi bencana yang terencana dengan baik. Jumlah korban tewas pun bisa diminimalisir.
“Nah, bayangkan kalau potensi sebesar itu terjadi di Indonesia dengan persiapan kebencanaan yang belum maksimal, bisa dihitung dampaknya,” tuturnya. Makanya dia menyebut prediksi para ahli itu perlu disebarluaskan untuk terus mengingatkan masyarakat agar tetap meningkatkan kewaspadaan terhadap bahaya yang mengancam.
Cuma masalahnya, tambah Andi, upaya penanggulangan yang dilakukan pemerintah masih terbilang lambat. Seperti jalur-jalur evakuasi masih banyak yang belum tuntas. Begitu juga dengan pembangunan shelter-shelter masih bisa dihitung jari.
“Untuk itu, mungkin pemerintah daerah perlu tegas. Kalangan menengah ke atas diminta membangun shelter sendiri. Sementara pemerintah fokus membangun shelter mini untuk masyarakat menengah ke bawah,” ulasnya.
Belakangan, kata Andi, mawas diri masyarakat terhadap bencana mulai tampak kurang. Padahal sejak zaman nenek moyang, mitigasi yang bersifat kearifan lokal. Sehingga perlu usaha bersama untuk menggali sejarah masa lalu tentang kebencanaan, melalui fable, folklore atau bentuk lainnya. Nilai-nilai itu menjadi referensi untuk mengukur potensi dan kemungkinan datang siklus berikutnya. Serta antisipasi secara tepat dan efisien dapat dilakukan.
Di tempat yang sama, Kepala Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Sumbar, Yazid Fadhli menyebut pihaknya sudah menyusun protap penanggulangan bencana di Sumbar.
“Kami sudah petakan jalur-jalur evakuasi di Pessel, Padang, Pariaman, Padangpariaman, hingga Pasaman. Termasuk titik-titik shelter yang bisa menampung manusia dalam jumlah besar,” katanya.
Workshop ini ditujukan untuk memberikan pemahaman dan peringatan dini kepada masyarakat untuk memahami ancaman di depan mereka. Serta mampu mengambil sikap yang bijak untuk mengatasinya.
Wartawan pun, kata Direktur Eksekutif JJSB, John Nedy Kambang diharapkan memiliki pengetahuan dan merubah cara pandang terhadap pola pemberitaan kebencanaan di media massa.
“Kadang kita miris melihat media kita, hanya mengedepankan sisi tragis untuk diberitakan dari sebuah bencana. Cara pandang bad news is good news harus diubah,” katanya.
Turut hadir, pemateri Ahmad Arif (Jurnalis Kompas) yang kenyang pengalaman liputan bencana, Dr Irene (Dinas Kesehatan Sumbar), Irwan Basyir (Dinas Sosial Sumbar) dan Ris Wijaya (Dinas Prasjaltarkim Sumbar). Mereka menjelaskan kaitan bidang mereka dalam penanggulangan bencana. (mg8)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar