Demikian disampaikan Direktur Eksekutif Greenomics Indonesia Elfian Effendi dalam siaran pers yang diterima di Jakarta, Selasa (25/1). Menteri Kehutanan menerbitkan Peraturan Menteri Kehutanan No. P.50/Menhut-II/2010 tertanggal 31 Desember 2010, yang memungkinkan 44 perusahaan melanjutkan proses perizinan dengan aturan lain untuk memperoleh konsesi HTI seluas 2,9 juta hektar.
”Kondisi areal tersebut sebagian besarnya berupa hutan sekunder dan sebagian lainnya masih memiliki hutan primer. Sebanyak 6 perusahaan mendapatkan konsesi HTI di areal seluas 1,2 juta hektar di Papua,” ujar Elfian.
Greenomics Indonesia mengecam keras langkah Menteri Kehutanan tersebut karena tidak menunggu Dokumen Rencana Strategi Nasional penurunan emisi dari deforestasi dan degradasi hutan (Reducing Emissions from Deforestation and Forest Degradation/REDD+), Rencana Aksi Nasional Penurunan Emisi Gas Rumah Kaca (GRK) dan Instruksi Presiden soal Moratorium Izin Konversi Hutan Alam dan Lahan Gambut terbit. Data Greenomics juga memperlihatkan, sebanyak 21 perusahaan akan diberikan izin HTI pada areal seluas 1,03 juta hektar hutan alam di Pulau Kalimantan.
”Dari 1,03 juta hektar tersebut, mayoritasnya berlokasi di Kalimantan Barat, seluas 711.383 hektar. Sedangkan di Kalimantan Timur dan Kalimantan Tengah masing-masing seluas 196.568 hektar dan 107.796 hektar. Sisanya di Kalimantan Selatan,” papar Elfian.
Selain di Papua dan Kalimantan, seluas 678.034 hektar hutan alam akan diberikan izin HTI kepada 17 perusahaan, yang tersebar di provinsi Maluku, NTT, NTB, Sulawesi Barat, Sulawesi Tengah, Sulawesi Utara, Sumatera Barat, Sumatera Selatan, Jambi, Gorontalo, dan Bangka Belitung.
”Permenhut tersebut ditandatangani pada tanggal 31 Desember 2010 sehingga patut diduga, Permenhut itu bermaksud meloloskan 44 perusahaan tersebut dari aturan moratorium,” ujar Elfian.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar