Walhi sebagai jaringan pembela lingkungan Hidup yang independen untuk mewujudkan masyarakat dan tatanan Lingkungan Hidup yang adil dan demokratis berupaya melakukan perannya diantaranya melakukan monitoring dan pengawasan terhadap aktifitas-aktifitas yang berpotensi merusak dan mencemari lingkungan, serta mendorong terciptanya pengelolaan Sumber Daya Alam(SDA) yang adil dan demokratis
Entri Populer
Cari Blog Ini
Kamis, 08 Desember 2011
Kekerasan Aparat di MALIGI KAB. PASAMAN BARAT
Kamis, 03 November 2011
banjir kab.pesisir selatan
Nasional / Kamis, 3 November 2011 14:36 WIB
Metrotvnews.com, Padang: Banjir di enam kecamatan di Kabupaten Pesisir Selatan, Sumatra Barat, menelan korban jiwa. Tim Search and Rescue (SAR) telah mengevakuasi tiga korban meninggal di Kecamatan Lengayan, yakni Isnaidarni (40), Naisya (8) dan Santia (22). Satu orang korban dari Dusun Padang Laban, Kecamatan Ranah Pasisir, hingga kini belum diketahui namanya.
Hal itu dikatakan Operator Pusdalops BPBD Sumatra Barat Suryadi di Padang, Kamis (3/11). Banjir bandang terjadi pada enam kecamatan, yaitu Ranah Pasisir, Lengayan, Sutra, Lenggo Sari Baganti, Pancu Soal, dan Batang Kapas. empat dari enam kecamatan merupakan yang terparah.
Selasa, 01 November 2011
Press Realease
Kamis, 13 Oktober 2011
Kamis, 06 Oktober 2011
WARGA TUNTUT HAK PLASMA
PDF"> | Cetak"> | Surel"> |
Kamis, 28 April 2011 02:27 |
Sekitar 1.500 hektare hutan TNKS di Pessel gundul akibat pembalakan liar. Walhi Sumbar menilai, meningkatnya pembalakan liar ini karena tidak adanya perhatian pemerintah pusat terhadap kebutuhan kayu di Sumbar. PAINAN, HALUAN—Hutan Taman Nasional Kerinci Seblat (TNKS) di Kabupaten Pesisir Selatan (Pessel) kini mengalami kerusakan dan penggundulan hebat. Setidaknya berdasarkan data Balai Besar TNKS Wilayah III Pessel, 1.500 hektare hutan setahun terakhir telah gundul akibat dibabat pembalak liar. Pembalakan itu dilakukan oknum yang sengaja membayar masyarakat, baik untuk kepentingan pengambilan kayu atau perluasan kawasan peladangan. Pada beberapa kawasan, justru pembabatan dilakukan di kawasan sember air dan habitat hidup satwa TNKS. Kepala Seksi Pengelolaan TNKS Wilayah III Kamaruzzaman, Rabu (27/4) mengatakan, kerusakan paling merisaukan terdapat di Kecamatan Sutera dan Lengayang. Di kecamatan ini setidaknya terdapat 700 hektare hutan yang digunduli. Kamaruzzaman mengatakan, sejumlah upaya telah dilakukan TNKS untuk mengantisipasi pembalakan. Misalnya melakukan pendekatan ke masyarakat, termasuk pemerintahan terendah. “ |
Meski telah disetujui, Komisi Amdal mengajukan beberapa persyaratan. Antara lain, harus menunggu dan menyesuaikan rencana tata ruang wilayah (RTRW) Kabupaten Mentawai, penyelesaian pemakaian tanah sampai permasalahan tenaga kerja masyarakat asli.Pimpinan sidang komisi, Asrizal Asnan menegaskan sebelum menyetujui Amdal dua perusahaan itu harus berkomitmen menlengkapi syarat yang diajukan Tim Komisi Amdal. “Syarat tersebut harus dilengkapi dan dipatuhi agar tidak menimbulkan permasalahan di tengah masyarakat. Jika melangar, izin tersebut bisa dicabut,” ujarnya, di aula Kantor Badan Pengendalian
Jumat, 12 Agustus 2011
sawit mentawai bencana atau menguntungkan masyarakat mentawai
Rabu, 22 Juni 2011
Perpres Moratorium Kawasan Hutan Sudah Mendesak
Padang, 14 Mei 2011
Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (WALHI) Sumatera Barat menyatakan, peraturan presiden (Perpres) moratorium hutan Indonesia mendesak untuk segera dilakukan sehingga ada perlindungan hukum terhadap kawasan hutan dari eksploitasi penyebab kerusakan.
“Walhi melihat rencana adanya Perpres tentang moratorium hutan sangat baik dan mendukung untuk segera disahkan agar kawasan hutan di Indonesia dapat dilindungi secara hukum,” kata Direktur Eksekutif Walhi Sumbar, Khalid Saifullah, di Padang, Sabtu.
Meski mendesak moratorium hutan tersebut untuk segera disahkan, namun dalam moratorium tersebut harus ada kejelasan tentang masuknya hutan produksi ke dalam moratorium itu dan tidak hanya hutan alam primer.
Walhi melihat Perpres tersebut mendesak untuk disahkan karena hampir seluruh daerah di Indonesia rawan bencana alam, seperti banjir dan longsor, termasuk di Sumbar.
Moratorium yang bertujuan melindungi hutan dari eksploitasi oleh orang yang tidak bertanggung jawab, menurut walhi, harus difokuskan pada hutan produksi, baik itu hutan produksi tetap, hutan produksi terbatas, serta hutan produksi konversi.
Hutan produksi ini dari analisa Walhi merupakan jenis hutan yang sering dieksploitasi karena tidak adanya kekuatan hukum yang melindungi jenis hutan tersebut, berbeda dengan hutan lindung dan konservasi yang sudah memiliki undang-undang yang melindungi.
“Perpres yang rencananya akan ditandatangani presiden tentang moratorium kawasan hutan ini harus mampu melindungi hutan produksi karena hutan tersebut menjadi sasaran utama orang yang tidak bertanggung jawab dan kerusakan paling besar terjadi di hutan tersebut,” jelas Khalid.
Khalid menambahkan, hutan primer sudah ada UU nomor 41 tahun 1999, sehingga yang penting sekarang adalah hutan produksinya.
(AntaraNews)
Kamis, 28 April 2011
Kamis, 28 April 2011 02:27 |
Sekitar 1.500 hektare hutan TNKS di Pessel gundul akibat pembalakan liar. Walhi Sumbar menilai, meningkatnya pembalakan liar ini karena tidak adanya perhatian pemerintah pusat terhadap kebutuhan kayu di Sumbar.
PAINAN, HALUAN—Hutan Taman Nasional Kerinci Seblat (TNKS) di Kabupaten Pesisir Selatan (Pessel) kini mengalami kerusakan dan penggundulan hebat. Setidaknya berdasarkan data Balai Besar TNKS Wilayah III Pessel, 1.500 hektare hutan setahun terakhir telah gundul akibat dibabat pembalak liar. Pembalakan itu dilakukan oknum yang sengaja membayar masyarakat, baik untuk kepentingan pengambilan kayu atau perluasan kawasan peladangan. Pada beberapa kawasan, justru pembabatan dilakukan di kawasan sember air dan habitat hidup satwa TNKS. Kepala Seksi Pengelolaan TNKS Wilayah III Kamaruzzaman, Rabu (27/4) mengatakan, kerusakan paling merisaukan terdapat di Kecamatan Sutera dan Lengayang. Di kecamatan ini setidaknya terdapat 700 hektare hutan yang digunduli. Kamaruzzaman mengatakan, sejumlah upaya telah dilakukan TNKS untuk mengantisipasi pembalakan. Misalnya melakukan pendekatan ke masyarakat, termasuk pemerintahan terendah. “ |
Jumat, 01 April 2011
Banjir dan Tanah Longsor Mengancam : 500 Ribu Hektare Hutan Sumbar Kritis
Rabu, 30 Maret 2011
Pertahanan Harus Berlapis
Magnitude itu dipakai sesuai dengan sejarah gempa dan tsunami terbesar di Jepang yang tidak pernah melebihi magnitude tertinggi.
”Tapi yang terjadi Jumat lalu gempa lebih dari magnitude itu. Ini gempa dan tsunami paling besar di Jepang. Karena itu, banyak bangunan yang dibuat untuk memecah energi tsunami tersapu dan dilompati oleh gelombang,” jelas Tetsuya kepada Padang Ekspres usai kuliah umum di Fakultas Teknik Unand tentang persiapan menghadapi tsunami di Jepang, Selasa (15/3).Sebelumnya, Jepang telah mendirikan seawall (dinding laut) setinggi 8 meter di pinggiran pantai.
Namun, nyatanya gelombang laut yang datang justru lebih tinggi hingga mencapai lebih dari 10 meter. Volume air laut yang dibawa pun sangat besar sehingga seawall yang telah dibangun oleh Jepang terlompati oleh gelombang tsunami dan menerjang daratan hingga 25 kilometer.”Tapi kalau pemerintah Jepang tidak melakukan upaya mitigasi bencana sejak awal, barangkali korban yang berjatuhan akan lebih banyak. Mitigasi nyatanya terbukti mampu mengurangi risiko bencana di Jepang,” tegasnya.
WARGA TUNTUT HAK PLASMA
”Lembaga itu fiktif. Sebelum adanya SK kepemilikan plasma yang ditandatangani bupati, kami minta aktivitas KUD itu dihentikan,” ujar Koordinator Lapangan Aksi Hardi Ikwan dengan suara lantang saat menggelar orasi di halaman kantor bupati. Massa mendatangi kantor bupati sekitar pukul 10.00 WIB.
Petani Jorong Rantau Panjang Laporkan Pimpinan PT. GMP (Wilmar Group) Ke Polres Pasaman Barat
Sangat disayangkan harus kemana lagi masyarakat atau Petani Rantau Panjang ini mencari perlindungan.....
Mereka telah kehilangan tanahnya.....
Mereka juga kehilangan kekayaan sungainya akibat pembuangan limbah......
Mereka sedang menunggu kampungnya tengelam oleh air tanah yang dialirkan kekampung mereka......
Mereka harus menunggu dalam kegelapan, karena tidak tersentuh alat penerangan yang dinikmati masyarakat perkotaan.........
Selasa, 15 Maret 2011
Kejahatan Lingkungan, Pemkab Agam Lindung PT. AMP. POM
Kamis, 10 Maret 2011
Penolakan Masyarakat Terhadap Stockpile/ Penumpukkan Batubara milik PT. ZASIRO BASTARA di Pinggir Jalan Padang- Solok Kel. Padang Besi
Selasa, 22 Februari 2011
Pulau Mentawai BUKAN Sawit Island
Ketua Forum Mahasiswa Mentawai Daudi Silvanus Satoko di Padang, Minggu (27/6), mengatakan, pihaknya menolak tegas rencana itu. Sebab, pembukaan areal hutan yang diikuti dengan penanaman berpola monokultur dengan sendirinya merusak ekosistem. Apalagi, pengelolaan hutan dalam bentuk hak penguasaan hutan (HPH) dialihkan kepada sejumlah perusahaan.
Bantuan Bank Sumsel Babel Jilid II
PADANG-Bank Sumsel meemberikan bantuan untuk pembangunan perumahan mandiri di Tumalei dan Maonai di lokasi bencana tsunami pada 25 Oktober lalu, bantuan itu di fasilitasi oleh Wahana Lingkungan Hidup (Walhi) Sumatera Selatan ke Posko Lumbung Derma Padang.
Menurut M. Iqbal utusan dari Bank Sumsel Babel, dana yang terkumpul itu hasil sumbangan dari masyarakat, nasabah dan bank Sumatera Selatan. “Selain di Mentawai, ada juga di Yogyakarta dan Jawa Tengah, semuanya diserahkan serentak hari ini,” katanya di Posko Lumbung Derma Padang, Rabu (2/2)
Senin, 31 Januari 2011
Pemulihan Dini Mentawai Tetap Jalan Meski Dinilai tidak Efektif
PADANG--MICOM: Pemerintah tetap menjalankan program pemulihan dini korban
tsunami di Kabupaten Kepulauan Mentawai, Sumatra Barat, dengan total dana Rp13,9 miliar. Padahal, kebijakan itu dinilai tidak efektif.
Kamis, 27 Januari 2011
Izin HTI 44 Perusahaan Diloloskan
Demikian disampaikan Direktur Eksekutif Greenomics Indonesia Elfian Effendi dalam siaran pers yang diterima di Jakarta, Selasa (25/1). Menteri Kehutanan menerbitkan Peraturan Menteri Kehutanan No. P.50/Menhut-II/2010 tertanggal 31 Desember 2010, yang memungkinkan 44 perusahaan melanjutkan proses perizinan dengan aturan lain untuk memperoleh konsesi HTI seluas 2,9 juta hektar.
”Kondisi areal tersebut sebagian besarnya berupa hutan sekunder dan sebagian lainnya masih memiliki hutan primer. Sebanyak 6 perusahaan mendapatkan konsesi HTI di areal seluas 1,2 juta hektar di Papua,” ujar Elfian.
Greenomics Indonesia mengecam keras langkah Menteri Kehutanan tersebut karena tidak menunggu Dokumen Rencana Strategi Nasional penurunan emisi dari deforestasi dan degradasi hutan (Reducing Emissions from Deforestation and Forest Degradation/REDD+), Rencana Aksi Nasional Penurunan Emisi Gas Rumah Kaca (GRK) dan Instruksi Presiden soal Moratorium Izin Konversi Hutan Alam dan Lahan Gambut terbit. Data Greenomics juga memperlihatkan, sebanyak 21 perusahaan akan diberikan izin HTI pada areal seluas 1,03 juta hektar hutan alam di Pulau Kalimantan.
”Dari 1,03 juta hektar tersebut, mayoritasnya berlokasi di Kalimantan Barat, seluas 711.383 hektar. Sedangkan di Kalimantan Timur dan Kalimantan Tengah masing-masing seluas 196.568 hektar dan 107.796 hektar. Sisanya di Kalimantan Selatan,” papar Elfian.
Selain di Papua dan Kalimantan, seluas 678.034 hektar hutan alam akan diberikan izin HTI kepada 17 perusahaan, yang tersebar di provinsi Maluku, NTT, NTB, Sulawesi Barat, Sulawesi Tengah, Sulawesi Utara, Sumatera Barat, Sumatera Selatan, Jambi, Gorontalo, dan Bangka Belitung.
”Permenhut tersebut ditandatangani pada tanggal 31 Desember 2010 sehingga patut diduga, Permenhut itu bermaksud meloloskan 44 perusahaan tersebut dari aturan moratorium,” ujar Elfian.
Rabu, 26 Januari 2011
SULITNYA KEADILAN UNTUK PETANI
Senin, 24 Januari 2011
INTAKE Sungai Sariak
Kasus INTAKE SPAM IKK yang ingin mengambil air Sungai Tampunik dan Sungai Loh, mendapat perlawanan dari masyarakat petani dan Petambak Ikan yang akan berdampak langsung terhadap mereka. Persoalan mendasar adalah ketersediaan Air di dua Hulu Sungai ini tidak mencukupi untuk mengairi Sawah masyarakat ±500 ha dan ± 20 kolam ikan air deras. Aksi Demo yang dilakukan oleh warga hingga memporakporandakan bangunan SPAM yang sedang dibangun di Kalampaian ini berlanjut sampai ke DPRD Kota Padang. Usaha yang dilakukan warga tersebut membuahkan hasil setelah warga Bungus dapat berinteraksi dan menyampaikan aspirasi mereka dan juga mendapat keterangan permasalahan ini dari Pihak PDAM itu sendiri. Hasil Demo warga di Gedung DPRD Kota Padang ini membuahkan hasil bahwa PDAM tidak akan mengambil Air di Sungai Tampunik dan Sungai Loh yang kemudian akan berpindah mengambil Air di Sungai Sariak. PDAM beralasan bahwa debit Air di Sungai Sariak mencapai ± 630 L/dtk diwaktu hujan dan ± 115 L/dtk diwaktu stabil, data ini diambil dari Dinas PSDA dan juga sawah yang dialiri oleh Sungai Sariak ± 5 ha
Jumat, 21 Januari 2011
Korban Tsunami Mentawai Bangun Sendiri Hunian
Selasa, 18 Januari 2011
Masyarakat Harus Kritis Dalam Berjuang
oleh : ierichkcoubut
Memperjuangan nasib adalah harga mati yang mesti dilakukan oleh petani yang tergabung dalam Kelompok Tani Anak Nagari Rantau Pasaman, melawan perusahaan bukanlah mudah jika diukur dari perkiraan biaya yang akan dihambur-hamburkan oleh perusahaan keberbagai pihak. Kemudian yang dimiliki oleh masyarakat itu hanya semangat dan keinginan keras dalam berjuang. Adanya pendampingan masyarakat yang dilakukan oleh PBHI, WALHI dan Wahanaliar merupakan stimulus bagi perjuangan yang sedang dilakukan oleh petani. Secara garis kelembagaan bahwa ketiga lembaga pendamping di atas merupakan lembaga yang berkompetensi dalam bidangnya masing-masing.
Jumat, 07 Januari 2011
Meneg LH Tinjau Kondisi Lingkungan Mentawai
"Kunjungan ke Sikakap guna melihat kualitas lingkungan hidup akibat gempa dan tsunami yang selanjutnya menjadi bahan masukan dalam pelaksanaaan tahap rehabilitasi dan rekonstruksi pasca tanggap darurat," kata Gusti Muhamad Hatta di ruang VIP Bandara Internasional Minangkabau Padang, usai melakukan peninjauan.
Dikatakannya, untuk melakukan pemulihan kualitas lingkungan di daerah yang terkena tsunami telah diturunkan Satuan Tugas (Satgas) Penanganan Rawan Bencana Lingkungan untuk mengidentifikasi kerusakan seperti keanekaragaman hayati, pengelolaan kualitas air, dan kerusakan ekosistem pesisir laut.
"Data-data yang dikumpulkan akan menjadi pertimbangan dalam pengambilan kebijakan penanggulangan bencana berupa pencegahan, kesiapsiagaan serta tahap rehabilitasi dan rekonstruksi," lanjut Menteri Lingkungan Hidup.
Ia menambahkan, salah satu aspek yang perlu dikembangkan ke depan bagi masyarakat Mentawai adalah meningkatkan kearifan lingkungan agar bisa membaca fenomena alam sehingga bisa melakukan antisipasi dan penyelamatan diri ketika bencana datang.
Gusti juga menyinggung hak pengelolaan hutan (HPH) yang ada di Mentawai serta meminta di tinjau apakah pemegang HPH sudah melaksanakan kewajibannya dalam pengelolaan hutan.
"Jika ternyata pemegang HPH tidak menjalankan aturan yang telah ditetapkan maka bisa direkomendasikan pada Menteri Kehutanan untuk diberi sangsi atau dicabut izinnya," kata dia.
Rombongan berangkat dengan menggunakan helikopter dari Bandara Internasional Minangkabau, Padang melakukan peninjauan udara pada kawasan yang terkena tsunami.
Menteri Negara Lingkungan Hidup beserta rombongan juga berkunjung ke posko bencana di Sikakap guna menyerahkan bantuan kepada korban gempa dan tsunami.
Selamatkan Sumatera Barat dari Bencana Ekologis
"Bencana ekologis terjadi disebabkan salah urus, salah kebijakan, salah kelolah lingkungan dan sumber daya alam," kata Direktuf Eksekutif Walhi Sumbar, Khalid Saifullah di Padang, Selasa.
Walhi wilayah Sumbar, pada peringatan hari bumi Internasional 2010 mengangkat tema, "Dengan Pertemuan Daerah Lingkungan Hidup berupaya selamatkan Sumbar dari bencana ekologis".
Menurut Khalid, sekitar 60 persen lebih wilayah Sumbar dengan kemiringan 40 derajat, artinya kemiringan di atas itu kerentanannya sangat tinggi.
Ketika kondisi ini tidak dikelola dengan benar dan serius, tentu ke depan Sumbar akan `panen` bencana ekologis. Bahkan, sejak setahun terakhir sudah mulai bencana ekologis (banjir, longsor) dan intensitasnya sudah makin tinggi.
"Ke depan kalau tidak hati-hati jelas intensitas bencana ekologis menghamtam wilayah Sumbar semakin tinggi lagi," ujarnya.
Lebih lanjut Khalid menilai, kian menurun kemampuan daya dukung lahan di Sumbar, terkait selama ini masih berpikir ego sektoral dalam pengurusannya.
Selain itu, kurangnya kontrol dan lemahnya pengawasan, dan kemudian ada kebijakan belum melihat prospektif kerentanan wilayah Sumbar.
Misalnya, bicara masalah kayu pascagempa Sumbar membutuhkan cukup banyak untuk pembangunan perumahan dan sarana publik, sementara pasokan kayu tak jelas.
Jika dikatakan dari Hak Penguasaan Hutan (HPH), kata Khalid, hanya ada dua di Sumbar, yakni di Solok Selatan dan Mentawai, tapi produksinya hampir 99 persen dikirim ke luar daerah.
Sementara dari mana pasokan untuk memenuhi kebutuhan kayu pascagempa Sumbar, makanya ini sangat dikhawatirkan salah satu akan mengancam hutan Sumbar, ketika tidak ada kebijakan untuk pemenuhan kebutuhan kayu olahan tersebut.
"Kalau tak ada kebijakan yang jelas untuk pemenuhan kebutuhan kayu. Bisa dipastikan Sumbar 10-15 tahun mendatang akan terus dihantam bencana ekologis," katanya memperkirakan.
Menyinggung ada ketentuan boleh mengambil kawasan hutan rakyat (tanah ulayat, red) dibuktikan dengan Surat Keterangan Asal Usul (SKAU) Kayu, Khalid menanggapi, benar ada SKAU tetapi tidak akan mampu memenuhi kebutuhan kayu di Sumbar pascagempa.
Kayu yang berada dalam kawasan hutan rakyat atau hutan hak milik tersebut, diketahui ukuran kayunya hanya 50 diameter ke bawah, artinya paling maksimal bisa mendapatkan kayu dari ukuran 50 diameter ke bawah sekitar 1-1,5 meter kubik/pohon.
Jadi, menurut Khalid, untuk memenuhi kebutuhan kayu olahan Sumbar, tak cukup dengan mengandalkan SKAU, apalagi kualitas kayu rendah dan tak bisa untuk dijadikan material bangunan.
Kondisi ini, tentu rawan akan aksi penebangan liar karena tak ada kebijakan yang untuk pemenuhan kebutuhan kayu pasca bencana.
"Aksi penebangan liar, dampaknya bukan setahun atau dua tahun setelah dilakukan, tapi hitungan beberapa tahun kemudian," ujarnya. (SA/K004)
Mulai 2010 Perusak Lingkungan Dimasukkan Penjara
Padang(ANTARA News) - Menteri Negara Lingkungan Hidup RI Rahmat Witoelar memastikan, mulai 2010, para pelaku perusak dan pencemar lingkungan masuk penjara.
"Tahun depan, pelaku perusak lingkungan dipastikan masuk penjara, mereka dijamin tidak bakal lolos lagi dari jerat hukum," katanya di Padang, Sabtu.
Rahmat berada di Padang sebagai Keynote Speaker di acara Seminar Governance dalam Penataan Ruang Pulau Sumatera, diadakan Walhi Sumatera Barat beserta sejumlah LSM lingkungan se-Sumatera.
Rahmat menjamini ini bukan gertak sambal, seraya menunjuk persiapan pemerintah mengenai undang-undang terbaru pengganti UU No 27 tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan.
"Namanya, UU Pengelolaan dan Perlindungan Lingkungan Hidup," katanya.
Menurut dia, undang-undang lingkungan baru tadi, sengaja dirumuskan sebagai penyempurna dari UU No.27/1997 yang dianggap mandul karena tidak mampu menjebloskan pelaku perusak lingkungan ke penjara.
Buktinya, dari 60 sampel kasus temuan pencemaran dan pengrusakan lingkungan yang dilimpahkan ke penyidik berwenang, 59 sampel ditemui lolos alias bebas di pengadilan.
"Ini sebuah bukti kalau sejumlah pasal dalam UU No.27/1997 masih lemah, dan butuh dipertegas," katanya. (*)
Daya Dukung Lingkungan Sumatera Barat Menurun
"Sejak tahun 70-an sampai sekarang wilayah Sumbar sudah di eksploitasi secara masif dengan mengabaikan keselamatan, keberlanjutan kehidupan dan penghidupan rakyat, akibatnya daya dukung lingkungan menurut drastis," kata Direktur Eksekutif Walhi Sumbar, Khalid Syaifulla di Padang, Sabtu.
Terkait Peringatan Hari Lingkungan Hidup Sedunia 5 Juni, Khalid menjelaskan, sampai 2007 masih terdapat Izin Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu seluas 266.772 ha.
Kemudian sampai 2006 tercatat seluas 799.934.53 ha kawasan hutan sudah beralih fungsi menjadi perkebunan kelapa sawit 381.039.53 ha meliputi kebun pola kemitraan 238.644 ha dan perkebunan inti rakyat seluas 132.496 ha.
Pada sektor pertambangan, katanya, sampai tahun 2006 sudah seluas 293.896,95 ha daratan Sumbar menjadi ladang eksploitasi kandungan mineral.
Walhi Sumbar juga mencatat sampai sekarang masih banyak aktivitas yang berpotensi merusak lingkungan. "Masih banyak kegiatan yang tidak memiliki dokumen lingkungan serta tak memperhatikan dampak lingkungan," katanya.
Kahlid mencontohkan, pembangunan kantor Bupati Padang Pariaman di Parit Malintang, diduga tidak memiliki dokumen lingkungan saat ini sudah mengakibatkan rusaknya lebih 100 ha lahan sawah rakyat setempat, karena tertimbun pasir sedimentasi dari lokasi pembangunan gedung tersebut.
Selain itu, pembangunan jaringan air untuk pelabuhan samudera di Bungus Teluk Kabung Padang, dilakukan tanpa memperhitungkan kebutuhan air bagi lahan pertanian masyarakat di wilayah itu.
Kondisi ini, katanya, menunjukkan tidak terjaminnya keselamatan, keberlanjutan kehidupan dan penghidupan rakyat di Sumbar.
Oleh karenanya, Walhi Sumbar meminta pemerintah baik pusat dan daerah, segera menindak tegas dan memproses secara hukum para pelaku yang terlibat dalam praktik pengrusakan lingkungan.
Pemerintah daerah juga harus memberikan jaminan keselamatan, keberlanjutan kehidupan dan penghidupan bagi masyarakat di Sumbar.
Tak kalah pentingnya melakukan tindakan penurunan status kawasan untuk kepentingan eksploitasi yang berdampak terhadap semakin menurunya daya dukung lingkungan.
Rp24 Juta Untuk Korban Tsunami di Tumalei dan Maonai dari 4 Perusahaan
PADANG-Empat perusahaan menyerahkan bantuan uang tunai kepada korban gempa dan tsunami di Tumalei (Pagai Utara) dan di Maonai (Pagai Selatan), dana bantuan ini diserahkan melaluhi rekening Lumbung Derma untuk kelanjutan pembangunan rumah mandiri yang sedang dibangun Lumbung Derma dan masyarakat setempat secara swadaya.
Menurut Koordinator Posko Lumbung Derma Padang, Yosep Puputkunen Sarogdok, empat perusahaan yang menyerahkan bantuan uang tunai itu adalah PT. Media Intertel Graha sebanyak sebanyak Rp7,450,000, PT. Jastrindo senilaiRp6,450,000.00, PT. Masindo Utama Nusantara Rp9,640,000.00 dan PT. Mandiri Daya Utama Nusantara Rp460 ribu. “Jadi total dana yang diserahkan itu sebanyak Rp 24 juta, kami juga mengucapkan terimkasih kepada donatur yang telah menyerahkan bantunan ini,” kata Yosep di Pos Lumbung Derma, Jalan Kampung Nias I Padang. (6/1)
Lanjut Yosep dana ini telah ditransfer guna pembangunan rumah hunian pasca bencana di Mentawai melalui Bank Syariah Mandiri Cabang Ulak Karang No Rekening 1530017171 atas nama Lumbung Derma QQ Khalid S, pada hari Kamis 30 Desember 2010.
Dana yang di sumbangkan dari saudara kita ini akan pakai untuk kelanjutan pembangunan rumah mandiri yang sedang di bangun. “Memang kita masih butuh dana untuk kelanjutan pembangunan rumah, salah satu yang dibutuhkan berupa seng, biaya chainsaw untuk papan dan beberapa unit lainnya seperti paku,” ungkapnya.
Tambah Yosep saat ini masih membutuhkan 41,5 kodi seng, 10 kodi seng plat, paku seng 40 kilogram. “Meski sudah ada bantunan tersebut tapi kita masih menerima bantuan dari lembaga lain, karena jumlah tersebut masih kurang, kita berharap ada bantuan lagi dari donatur peduli Mentawai,” katanya.
Saat ini Lumbung Derma bersama masyarakat Maonai dan Tumalei telah menyelesaikan 12 unit rumah, 7 di Tumalei dan 5 di Maonai. “Total seluruh rumah yang akan dibangun masyarakat bersama Lumbung Derma sebanyak 83 unit (40 di Maonai dan 43 di Tumalei),” tutupnya.